SENI MELUDAH DI TANAH PAPUA
Oleh: George Junus Aditjondro*
ADAKAH seni meludah? Ada, apabila yang diludahkan adalah cairan hasil kunyahan pinang muda (Areca catechu), kembang sirih dan kapur hasil pembakaran kerang. Selain itu, tidak sembarang orang dapat menguasai seni meludah cairan pinang dan teman-temannya itu. Sang peludah harus cukup akrab mengunyah pinang, dan tidak teler setelah mengunyah sebiji pinang muda dan kawan-kawannya. Kalau tidak, mana cukup ludah pinangnya untuk menghiasi selembar kanvas? Apalagi ludahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat dari sebiji pinang semakin berkurang kepekatan dan warna merahnya.
Tapi itupun belum cukup untuk menjadi pelukis ludah pinang. Para pekerja seni ini harus punya dorongan emosional, untuk mengunyah pinang sebanyak mungkin, untuk mengisi selembar kanvas, atau selembar kulit kayu, medium lukisan orang Sentani. Para pekerja seni ini bagusnya didorong oleh kemarahan untuk meludahkan isi hati bersama isi mulut mereka, ke atas kanvas atau kulit kayu. Semua itu ada di Tanah Papua, baik di provinsi Papua maupun Papua Barat, karena para pengunyah pinang di pulau kasuari di mana-mana selalu diingatkan oleh papan peringatan di dinding tempat-tempat umum, yang berbunyi: “DILARANG MELUDAH PINANG DI SINI!”